Teruntuk
Supir Angkot…
Nooo! Saya punya pacar
dan pacar saya bukan supir angkot. (Langsung jawab ‘no’ padahal belum ada yang nanya juga.)
Dear, Supir Angkot. Saya adalah seorang mahasiswi yang
sehari-hari ke kampus lebih sering diantar Anda daripada diantar papa atau
pacar saya. Atas intensitas saya yang lebih sering diantar Anda, saya ingin
mengungkapkan beberapa keluh-kesah saya selama diantar Anda supaya nantinya
bisa dijadikan motivasi untuk lebih baik ke depannya. *(doze off)*
Pir Angkot, kenapa sih suka banget ngetem di pinggir jalan yang Anda sendiri sudah tau kalau itu jalan kecil dan dilewatin bukan dengan sedikit kendaraan, terutama kendaraan besar seperti Trans Jakarta? Kenapa sih suka banget ngetem pas di belokan yang jelas-jelas bukan cuma Anda yang bakal belok tapi juga banyak orang yang rumahnya ada di gang tersebut? Ok. Segini dulu aja. Nanti dilanjutin lagi ‘kenapa sih’ yang lainnya.
Coba aja kalau Anda ngetemnya di tempat yang sudah
disediakan; terminal atau at least tau tempat untuk ngetem. Sudah pasti
mobil Anda tidak akan penyok sana-sini, tidak akan mendapatkan klakson-attack,
tidak akan dapat berjuta ‘ck’ dari para penumpang Anda (termasuk
saya) yang mungkin sedang dikejar waktu karena
janji atau ditunggu di rumah sama anaknya yang lagi nangis-nangis
nyariin bapak atau ibunya.
Ya, ada orang bijaksana pernah bikin quotes yang
katanya “Everything happens for a reason.” Mungkin ada
alasan yang gak saya tau dari suka ngetemnya Anda di sembarang tempat. Mungkin
Anda sedang kejar setoran. Mungkin apa yang didapat hari itu belum cukup untuk
setoran. Atau mungkin-mungkin lainnya yang tidak saya tau pasti.
Pir Angkot, kenapa sih suka banget langsung jalan begitu
target Anda sudah naik padahal belum duduk dengan sempurna? Gini, saya pernah
suka cara salah satu penumpang saat Anda memperlakukannya seperti itu. Waktu
itu, Anda sedang ngetem. Sudah cukup lama tapi tak kunjung dapat penumpang.
Anda pun mulai membelokkan angkot tanda menyerah. Namun, ada bapak setengah
baya yang bersedia naik angkot Anda yang sudah setengah belok ingin pergi tapi
masih mau mencoba menunggu. Begitu bapak setengah baya itu menginjakkan
kaki pertamanya di pijakan angkot Anda, Anda mulai menjalankan
angkot Anda. Yak! Anda memberhentikan angkot seketika bapak itu mengatakan “Gak
jadi, deh.” Tapi Anda berusaha merayu dengan berkata “Yuk, Pak.” instead of bilang “Maaf, Pak” lebih dulu. See?
Bukan dapat penumpang, malah kehilangan penumpang. (smile)
Sebagai orang yang lebih sering diantar Anda daripada
papa dan pacar saya, saya hanya ingin Anda berusaha taat pada peraturan dan
lebih memperhatikan para penumpang. Demikian surat cinta ini saya buat agar
dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan menjadi motivasi untuk ke
depannya. Lho kok kayak penutup laporan pertanggungjawaban acara? Oke, sorry. Terima kasih Supir Angkot atas
jasa-jasanya. Tanpa Anda, saya tidak akan bisa sampai tempat tujuan. Maklum,
sayap saya gak pernah berguna. *(doze off)*
ini harus di print dan ditempel di terminalterminal deh :)))
ReplyDelete- ika, yang kemanamana masih naik angkot dan bus.
Hahaha I wish. :))))
Delete