Monday, April 16, 2012

Karma?!

“Tanda lahir kamu di sebelah mana yang gak aku tau, Ne?”
PLAK!!! Telapak tangan halus Anne mendarat mulus di pipi Redzi. Menyisakan rona merah jambu tipis di sana.
“Kalau ngomong dijaga...,” keadaan hening sesaat. “Ini juga!” tegas Anne sambil menunjuk dada Redzi.
“Bukan aku yang gak jaga hati, tapi kamu yang gak jaga aku.”
DHEG!!! Dada Anne serasa ditikam bambu runcing.
“Maumu apa, Redzi Arya Pramitra? Gak cukup kamu menyakitiku? Masih belum puas?”
“Iya, Ne. Gak puas. Terakhir cuma nyentuh bibir, gak nyentuh yang lain.”
“Brengsek!” Satu tamparan mendarat kembali dan setelahnya Anne pergi.
“Ne, bentar. Aku becanda.” Redzi mencoba menahan Anne dengan menarik pergelangan tangannya. Anne pun berhenti, tetapi badannya tetap tidak berbalik ke arah Redzi. “Jangan serius-serius banget, nanti mati.” Anne melanjutkan langkahnya, merasa dipermainkan. “Ne, sekarang aku serius! ANNE...!” Anne tak menggubris dan tetap berjalan.
***

Anne duduk berpangku lutut di rooftop apartment tempatnya tinggal di Jakarta. Sesekali ia mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya beserta beban-beban yang dikandungnya. Jakarta keras bagi Anne. Banyak perubahan yang terjadi pada diri Anne, pun dengan kehidupannya, semenjak ia hijrah dari Surabaya. Mungkin ibu bakal kecewa sama gue yang sekarang. Batinnya lemas.
“HOY!” sapa Rai menyadarkan Anne dari lamunan.
“Kok lo tau gue di rooftop?”
“Tadi satpam lantai lo yang bilang. Katanya liat lo menuju rooftop begitu beliau turun.”
“Oh...,” jawab Anne tak antusias.
“Ne, Beach Party, yuk! Malam ini di tempatnya Dita.”
“Ngapain?”
“Ya menurut ngana?”
“Oh...,” Anne menjawab sekenanya dan Rai pun tak peduli, ia tetap mengajak Anne untuk ikut.
“Ada Redzi juga kok, Ne.”
“HAH?!” kali ini ekspresi Anne berubah 180 derajat.
“Ya? Ada yang salah gitu?”
“Dia bawa siapa?”
“Hah? Kok bawa siapa?” Rai mengerutkan dahinya tak mengerti dengan ucapan yang melayang dari bibir mungil Anne.
Memang tak pernah ada kata putus yang melayang dari bibir Redzi maupun Anne, tetapi sikap Redzi-Anne menunjukkan bahwa mereka bukan sedang baik-baik saja. Sikap Anne belakangan jadi lebih cuek, bukan terhadap Redzi, lebih terhadap dirinya sendiri. Anne lebih sering berkutat dengan pekerjaannya di kantor, bahkan rela membawa pekerjaan tersebut ke apartment-nya. Badan Anne mengurus, pipinya pun mulai tirus. Redzi telah menyiksanya dan dirinya pun turut membantu.
“Ne… Anne… ANNE. ANNEKE DWI PUTRI!!!”
“Apaan sih nyet!”
“Ya elo bengong! Ikut ya?”
“Gue nyusul deh. Kalau mood. Lagian pakaian gue masih di laundry semua belum gue ambil.”
Beach party gitu, Ne. Lo pake bra sama outer juga jadi. Bawahan pake hot pants juga oke. Ayo lah!”
“Apa yang bisa bikin lo ninggalin gue di sini sendiri?”
“Dateng ya, Hunny! Lo butuh refreshing. Mwah!”
***
Raihanuun (+6281899xxxxxx)
Ne, di mana? Kalau lo gak mau, jangan dipaksa.
Sorry, ya masalah tadi siang. Take care, Ne. :)

“Ini Rai apaan sih gak jelas banget jadi manusia. Gue udah siap-siap malah SMS kaya begini,” gerutu Anne kesal.
***
“Gilang! Siniii…,” panggil Rai lirih.
“Kenapa, Rai?”
“Itu Redzi sama…?”
“Anne dateng gak?”
“Tadi siang gue maksa dia dateng, tapi barusan udah gue SMS sih suruh dia gak usah dateng. Duh! Gawat dong…”
“Gue juga kaget. Ya you know Redzi kaya apa kan…” keduanya pun saling pandang dan mengangkat bahu, menyerah pada keadaan. Sesaat kemudian…
“HAI!” senyum dengan lesung di pipi sebelah kanan Anne menyapa Rai dan Gilang.
“H…h…hai, Ne. Jadi dateng?” balas Rai gugup. Gilang pun terdiam.
“Jadi lah. Elo gak jelas nyet tadi siang maksa, barusan SMS gue begitu. Eh, Lang gak sama Tita?”
“Tita lagi di jalan, Ne.” Gilang tak membuat percakapan lebih jauh, takut terlihat kegugupannya.
“Redzi mana, Rai? Dia pasti datang dong. Kan lo sendiri yang bilang ke gue tadi siang,” mata Anne liar mencari keberadaan Redzi.
“Ngg… Gil. Help!” ucap Rai lirih. Namun, sesaat kemudian…
 “BANGSAT! Tanda lahir Dita di sebelah mana yang gak lo tau, Redzi?” Anne pun segera berlari keluar rumah Dita dan melesat cepat dengan Jazz merahnya. Sementara itu, Beach Party yang diadakan di kediaman Dita bubar tanpa perintah komandan. Rai, Gilang, dan Tita segera menyusul Anne. Bimo, Oddy, Andri, Rezky, dan Sheila memilih menghindar dari tempat tersebut menuju pub terdekat dari kediaman Dita. Sedangkan, Dita dan Redzi diselimuti keheningan, bibir mereka kelu, dan hanya dapat berbicara melalui tatapan.
***
Dua hari berlalu, Anne semakin terpuruk. Mogok bekerja, mogok berbicara, dan mogok makan. Alhasil, ia pun jatuh sakit. Pada hari itu pun, Rai berusaha membuat usaha mogok-mogokan Anne berhenti. Paling tidak Rai mau ada makanan yang masuk ke perut Anne.
“Ne, makan ya. Please, sesuap-dua suap deh. If you don’t love yourself, who’s wanna love you, Ne?”
“Gue positif.”
“HAH?!”
***
“Kita sama, Ne. Belum tentu itu aku, kan? Kamu udah mencampakkan aku beberapa hari yang lalu. Boleh kan kalau aku pilih karma datang ke kamu kapan? Dan aku mau sekarang, Anne.” Redzi pun meninggalkan Anne yang terkulai lemas di depan pintu kostan Redzi.

*** END ***

No comments:

Post a Comment